LOKASI IKLAN ANDA

trikblog.co.cc

Sabtu, 07 Agustus 2010

Ketika Bagong Mencari Keadilan

Sial betul nasib Bagong. Ditinggal merantau istri ke Malaysia sebagai TKI, ia memasak sendiri sehingga terkena ledakan tabung elpiji. Katanya diberi bantuan, tapi malah dapat celaka. Wajahnya gosong, penuh jahitan. Kepalanya ditutupi kain hitam sehingga bentuknya tak karuan. Melihat kondisinya sendiri, Bagong yang malang hanya bisa meratap, ”Kahanan kok koyo ngene. Bojo lungo, omah ra ono opo-opo, kejeblukan gas sisan (Nasib kok seperti ini. Istri pergi, di rumah tak ada apa-apa, terkena ledakan gas pula).” Meski kondisi Bagong menyedihkan, orang malah tertawa. Jumat (30/7) malam itu, puluhan orang yang berkerumun di halaman Dinas Pariwisata Provinsi DI Yogyakarta—tepat di tepi Jalan Malioboro—memang tengah menyaksikan parodi yang dikemas dalam pertunjukan Wayang Hip Hop. Judul lakonnya Tragedi Kompor Gas Elpiji.

Sambil sesenggukan meratapi nasib, Bagong menyetel radio; satu-satunya barang ”mewah” di rumahnya. Dari radio itu, mengalunlah lagu ”Semalam di Malaysia” yang membuai: membawanya ke alam mimpi, mengantarnya menemui sang istri yang tiba-tiba berbau wangi. Namun, Bagong harus terbangun dari mimpi. Di depannya ada Petruk dan Gareng. Kedua saudara tuanya itu datang menjenguk. Bukan merasa iba. Seperti halnya reaksi penonton, Gareng malah tertawa terbahak-bahak. ”Ndasmu kok mlethek (Kepalamu kok retak)?” ujar Gareng.

Gareng tahu adik bungsunya itu baru saja terkena musibah. Di antara anggota keluarganya, Bagong termasuk paling tidak beruntung karena miskin sehingga dinilai layak dapat bantuan tabung elpiji kemasan 3 kilogram, yang bentuknya mirip buah melon itu. Namun, melihat penampilan adiknya, Gareng memilih tertawa ketimbang menangis. Juga Petruk. Bagong tidak terima dan protes. Bukan kepada kedua kakaknya, tapi pada keadaannya. Ia pun bangkit, menuntut keadilan. Petruk bisa memahami kemarahan sang adik dan mengajak Bagong menemui sang ayahanda: Romo Semar yang bijaksana. Semar pun memberikan wejangan agar ketiga putranya bersabar dan pasrah. ”Kita ini hanya orang kecil, tidak usah menuntut macam-macam. Karena kenyataannya kita sudah sering hidup susah,” tuturnya. Lewat medium Wayang Hip Hop yang gaul, tragedi ledakan elpiji yang mengguncang Indonesia akhir-akhir ini berubah jadi fenomena yang layak ditertawakan. Selama pementasan sekitar satu jam, dalang Ki Catur Kuncoro ”Benyek” (35) menampilkan dialog sarat humor, membuat penonton tertawa. Lupa sejenak akan bahaya yang mungkin menimpa mereka. ”Kelucuan” tragedi.

Bagi Catur, ledakan gas itu memang menimbulkan banyak kelucuan. ”Bayangkan, tragedi ledakan itu terjadi secara beruntun dan berurutan. Tapi, pemerintah malah bikin produk pengganti yang mensyaratkan masyarakat harus beli lagi. Ini kan lucu banget,” katanya. Sekadar informasi, deretan kasus ledakan gas itu pula yang mendorong 300-an ibu rumah tangga di Makassar berdemonstrasi di halaman Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sari Makassar, Selasa (3/8). Aksi yang dipimpin Andi Asni ini menyuarakan sikap tegas: lebih baik masuk penjara daripada hidup di luar dengan teror tabung gas dan kenaikan harga BBM. Kelucuan-kelucuan semacam itu juga yang mendorong Catur mengangkat fenomena ini dalam pentas wayang. Kebetulan Catur yang lahir dari keluarga dalang memang gemar bereksperimen dengan wayang. Wayang itu dinamakan Wayang Hip Hop karena selama pementasan diiringi lagu hip hop. Wayang Hip Hop merupakan hasil kolaborasi Catur dengan Grup Hip Hop KM 7 yang digawangi Boedhi Pramono (33) dan Rendra (28). Kelompok Wayang Hip Hop mulai pentas perdana pada akhir Mei lalu.

Meski menggunakan musik hip hop yang gaul, pentas Wayang Hip Hop tetap sarat nuansa tradisi. Pada musik hip hop itu, misalnya, instrumen tradisional seperti sitar dan rebana tetap dipakai. Lirik lagu pun banyak menggunakan bahasa Jawa yang sarat falsafah Jawa. Saat naik pentas, Catur tetap menggunakan pakaian dalang berupa kain, beskap, dan belangkon. Ia melengkapi penampilannya dengan kacamata hitam. Sementara KM 7 tampil dengan kostum berbeda-beda, sesuai situasi saat pementasan. Jumat malam itu mereka tampil mengenakan kemeja batik kedodoran dipadu celana pendek dan kacamata hitam. Pentas kali ini hanya mengambil satu adegan goro-goro dari pertunjukan wayang purwo, yakni pada bagian punakawan. Dengan begitu, pementasan bisa menjadi lebih luwes karena tidak terikat pakem cerita. Tokoh punakawan dipilih karena kehadiran mereka bisa mewakili kehidupan rakyat bawah. Catur mengatakan, pentas Wayang Hip Hop tidak berpretensi memberikan solusi bagi persoalan sosial yang sedang diangkat. Pentas sekadar ingin mengajak penonton tertawa, menertawakan semua peristiwa yang ternyata hanyalah dagelan hidup. ”Orang kecil kan begitu, ada apa-apa disikapi dengan gojek (bercanda),” ucapnya.

Namun, dalam tawa itu, secara halus para panakawan mengingatkan manusia untuk selalu mendekatkan diri dengan pemberi hidup. Lewat lagu hip hop yang liriknya diambil dari karya Ronggowarsito, pentas itu mengingatkan: ... jamane jaman edan//yen ora edan ora keduman//bejo bejane wong kang lali//isih bejo wong eling Gusti... (zamannya zaman gila//kalau tidak ikut gila tak kebagian apa- apa//keberuntungan orang yang lupa//masih beruntung orang yang teringat pada Tuhan...)



sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LOKASI IKLAN ANDA

trikblog.co.cc